Advokasi Kebijakan



Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha esa dimana atas berkatnyalah sehingga kami bisa menyelesaikan makalah ini dengan baik.Ada pun makalah yang kami susun ini adalah sebagai syarat untuk memenuhi tugas yang telah di tetapkan oleh Dosen Promkes yang menjelakan tentang advokasi. Sebelumnya kami menucapkan terimakasih kepada Dosen Promkes yaitu Pak Kusyogo sebagai Dosen Promkes yang telah memberikan tugas ini. Dimana dengan adanya tugas  membuat makalah ini  sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan kami  tentang advokasi.
Dan  Melalui kata pengantar ini kami sebagai penyusun makalah terlebih dahulu meminta maaf dan memohon permakluman bapak  bila mana isi makalah ini ada kekurangan dan ada tulisan yang kami  buat kurang tepat Dengan ini saya mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa terima kasih dan semoga allah SWT memberkahi makalah ini sehingga dapat memberikan manfaat.


                                                                                                            Penulis


BAB 1
                                                    PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Promosi kesehatan adalah salah satu bentuk upaya pelayanan kesehatan yangberorientasi pada penyampaian informasi tentang kesehatan guna penanamanpengetahuan tentang kesehatan sehingga tumbuh kesadaran untuk hidup sehat.Penerapan promosi kesehatan di lapangan biasanya melalui pendidikan kesehatan danpenyuluhan kesehatan.Promosi kesehatan/pendidikan kesehatan merupakan cabang dari ilmu kesehatanyang mempunyai dua sisi, yakni sisi ilmu dan sisi seni. Dilihat dari sisi seni, yakni praktisiatau aplikasi pendidikan kesehatan adalah merupakan penunjang bagi program-programkesehatan lain. Ini artinya bahwa setiap program kesehatan yang telah ada misalnyapemberantasan penyakit menular/tidak menular, program perbaikan gizi, perbaikansanitasi lingkungan, upaya kesehatan ibu dan anak, program pelayanan kesehatan dan lainsebagainya sangat perlu ditunjang serta didukung oleh adanya promosi kesehatan.Promosi kesehatan bukanlah hanya proses penyadaran masyarakat atau pemberiandan peningkatan pengetahuan masyarakat tentang kesehatan semata, akan tetapi didalamnya terdapat usaha untuk dapat memfasilitasi dalam rangka perubahan perilakumasyarakat. Artinya bahwa promosi kesehatan adalah program-program kesehatan yangdirancang untuk membawa perubahan (perbaikan), baik di dalam masyarakat sendiri,maupun dalam organisasi dan lingkungannya.Dengan demikian bahwa promosi kesehatan adalah kombinasi berbagai dukunganmenyangkut pendidikan, organisasi, kebijakan dan peraturan perundangan untukperubahan lingkungan dan perilaku yang menguntungkan kesehatan (Green danOttoson,1998).Secara singkat, visi dari promosi kesehatan adalah meningkatnya kemampuanmasyarakat untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan sehingga produktif.
 Dalam rangka mencapai keberhasilan visi tersebut, terdapat beberapa misipromosi kesehatan sebagai upaya untuk merealisasikannya, salah satunya itu adalahmelakukan advokasi. Advokasi di sini ditujukan kepada para pengambil keputusan atau pembuat kebijakan. Advokasi merupakan perangkat kegiatan yang terencana yang ditujukan kepada parapenentu kebijakan dalam rangka mendukung suatu isu kebijakan yang spesifik. Dalam halini kegiatan advokasi merupakan suatu upaya untuk mempengaruhi para pembuatkeputusan (decission maker) agar dapat mempercayai dan meyakini bahwa programkesehatan yang ditawarkan perlu mendapat dukungan melalui kebijakan atau keputusan-keputusan.

B.     Tujuan Umum
1.      Untuk menulusuri lebih lanjut pengertian dari  advokasi serta  tujuan dari advokasi
2.      Untuk menjelaskan proses Advokasi yang baik dalam Pemberdayaan Masyarakat
3.      Menulusuri lebih lanjut cara mengelolaiInformasi yang ada dalam Advokasi
4.      Menjelaskan Prinsip-Prinsip apa saja yang harus dipegang dalam beradvokasi
5.      Membuat strategi-strategi  advokasi dalam pemberdayaan masyarakat

C.     Manfat

1.      Mahasiswa dapat  memahami lebih jauh tentang advokasi serta tujuan-tujuan dari advokasi
2.      Mahasiswa dapat memahami prinsip-prinsip dari advokasi
3.      Mahasiswa dapat mengetahui strategi-strategi dalam melakukan suatu advokasi serta advokasi yang seperti apa yang diperlukan,
4.      Mahasiswa dapat mengetahui lebih lanjut tentang kegiatan-kegiatan dari suatu advokasi.

BAB II
    ISI

A.    PENGERTIAN
Istilah advokasi (advocacy) mulai digunakan dalam program kesehatan masyarakat pertama kali oleh WHO pada tahun 1984, sebagai salah satu strategi global promosi kesehatan. WHO merumuskan, bahwa dalam mewujudkan visi dan misi promosi kesehatan secara efektif, menggunakan 3 strategi pokok, yakni :
a)      Advokasi (advocacy)
b)      Dukungan social (social support)
c)      Pemberdayaan masyarakat (empowerment)
Strategi global ini dimaksudkan, dalam pelaksanaan suatu program kesehatan dalam masyarakat, langkah yang diambil adalah sebagai berikut :
1.      Melakukan pendekatan atau lobbying dengan para pembuat keputusan setempat, agar mereka ini menerima dan commited, dan akhirnya mereka bersedia mengeluarkan kebijakan, atau keputusan-keputusan untuk membantu atau mendukung program tersebut. Kegiatan inilah yang disebut advokasi. Dalam pendidikan kesehatan para pembuat keputusan, baik di tingkat pusat maupun daerah, disebut sasaran tersier.
2.      Langkah selanjutnya adalah melakukan pendekatan dan pelatihan epada para tokoh masyarakat setempat, baik tokoh masyarakat formal maupun informal. Tujuan kegiatan ini adalah agar para tokoh masyarakat setempat mempunyai kemampuan seperti yang diharapkan program, dan selanjutnya dapat membantu menyebarkan informasi program atau melakukan penyuluhan kepada masyarakat. Suatu hal yang sangat penting lagi adalah agar para tokoh masyarakat berperilaku positif, yang dapat dicontohkan oleh masyarakat. Kegiatan inilah yang disebut dengan dukungan social (social support). Para tokoh masyarakat ini, baik di tingkat pusat maupun daerah, baik formal maupun informal, merupakan sasaran sekunder pendidikan kesehatan.
3.      Selanjutnya petugas kesehatan bersama-sama tokoh masyarakat melakukan kegiatan penyuluhan kesehatan, konseling, dan sebagainya, melalui berbagai kesempatan dan media. Tujuan kegiatan ini antara lain meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat untuk hidup sehat. Dengan kata lain, memampukan atau memberdayakan masyarakat dalam kesehatan. Oleh sebab itu kegiatan ini disebut pemberdayaan atau empowerment. Masyarakat umum yang menjadi sasaran utama dalam setiap program kesehatan ini disebut sasaran primer.

Advokasi diartikan sebagai upaya pendekatan (approaches) terhadap orang lain yang dianggap mempunyai pengaruh terhadap keberhasilan suatu program atau kegiatan yang dilaksanakan. Olah karena itu, yang menjadi sasaran atau target advocacy adalah para pemimpin suatu organisasi atau institusi kerja, baik di lingkungan pemerintah maupun swasta, serta organisasi kemasyarakatan. Dari segi komunikasi advocacy adalah salah satu komunikasi personal, interpersonal, maupun massa yang ditujukan kepada para penentu kebijakan (policy maker) atau para pembuat keputusan (decision makers) pada semua tingkat dan tatanan social. Di sector kesehatan, dalam konteks pembangunan nasional, sasaran advocacy adalah pimpinan eksekutif, termasuk presiden dan para pemimpin sector lain yang terkait dengan kesehatan, dan lembaga legislative.
Secara operasional “advocacy is a combination of individual and social action designed to gain political commitment, policy support, social acceptance and systems support for particular health goal or programme” (WHO, 1989). Such action my be taken by and or on be half of individual and groups to create living condition which are conducive to health and achievement of healthy life style.
Di Negara-negara berkembang khususnya, strategi advokasi sangat diperlukan karena masalah kesehatan di Negara-negara ini belum memperoleh perhatian secara proposional dari sector-sektor lain di luar kesehatan, baik pemerintah maupun swasta. Padahal masalah kesehatan ditimbulkan oleh dampak pembangunan sector lain. Untuk meningkatkan perhatian dalam komitmen pembuat keputusan dari sector-sektor ini maka diperlukan advokasi. Demikian pula strategi empowerment juga sangat diperlukan dinegara-negara berkembang pada umumnya masih jauh dari kemauan dan kemampuannya dalam mencapai derajat kesehatan. Pemberdayaan masyarakat dari segala aspek kehidupan masyarakat pada prinsipnya bertujuan agar masyarakat mau dan mampu mencapai derajat kesehatan seoptimal mungkin. Untuk memperoleh hasil yang maksimal komunikasi sangat diperlukan di dalam proses advocacy maupun empowerment ini.
Di dalam pembagian ini akan dibahas prinsip-prinsip advokasi, komunikasi, dan indicator-indikator advokasi.

B.     Prinsip-prinsip Advokasi
Uraian diatas menunjukan bahwa advokasi mempunyai dimensi yang sangat luas dan komprehensip sekali. Advokasi bukan sekedar melakukan lobi-lobi politik, tetapi mencakup kegiatan persuasive, memberikan semangat, dan bahkan sampai memberikan tekanan kepada para pimpinan institusi. Advokasi tidak hanya dilakukan oleh indivisu, tetapi juga oleh kelompok/organisasi, maupun masyarakat. Tujuan utama advokasi adalah to encourage public policies that are supportive to health.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa advokasi adalah kombinasi antara pendekatan atau kegiatan individu dan social, untuk memperoleh komitmen politik, dukungan kebijakan, penerimaan social, dan adanya system yang mendukung terhadap suatu program atau kegiatan. Tujuan advokasi dapat diwujudkan dengan berbagai kegiatan atau pendekatan, dan untuk melakukan kegiatan advokasi yang efektif memerlukan argument yang kuat. Oleh sebab itu prinsip-prinsip advokasi akan membahas tentang tujuan, kegiatan adan argumentasi-argumentasi advokasi.
1.      Tujuan Advokasi
Dari batasan advokasi diatas, secara inklusif terkandung tujuan-tujuan advokasi, yakni : political commitment, policy support, social acceptance, and system support.

a.      political commitment
Komitmen para pembuat keputusan atau penentu kebijakan di tingkat dan di sector mana pun sangat diperlukan terhadap permasalahan kesehatan dan upaya pemecahan permasalahan kesehatan. Pembangunan masional tidak terlepas dari pengaruh kekuasaan politik yang sedang berjalan. Oleh sebab itu pembangunan di sector kesehatanjuga tidak terlepas dari kondisi dan situasi politik pada saat ini. Baik kekuasaan eksekutif maupun legislative di Negara mana pun ditentukan oleh proses politik, terutama hasil pemeliharaan umum pada waktu yang lampau. Seberapa jauh komitmen politik para eksekutif dan legislative terhadap masalah kesehatan masyarakat, ditentukan oleh pemahaman mereka terhadap masalah-masalah kesehatan.
Demikian pula seberapa jauh mereka mengalokasikan anggaran pembangunan nasional bagi pembangunan sector kesehatan, juga tergantung pada cara pandang dan kepedulian (concern) mereka terhadap kesehatan dalam konteks pembangunan nasional. Oleh sebab itu untuk meningkatkan komitmen para eksekutif dan legislative terhadap kesehatan perlu advokasi kepada mereka. Komitmen public ini dapat diwujudkan antara lain dengan pernyataan-pernyataan, baik secara lisan maupun tulisan, dari para pejabat eksekutif maupun legislative, mengenai dukungan atau persetujuan terhadap isu-isu kesehatan.
Misalnya pembahasan tentang naiknya anggaran untuk sector kesehatan, pembahasan rencana undang-undang lingkungan oleh parlemen, dan sebagainya. Contohnya konkret di Indonesia antara lain  pencanangan Pekan Imunisasi Nasional oleh Presiden, pencanangan atau penandatanganandeklarasi “Indonesia Sehat 2010” oleh Presiden. Hal ini semua merupakan keputusan public yang harus didukung oleh semua pejabat lintas sektoral di semua administrasi pemerintahan.


b.      policy support
Dukungan konkret yang diberikan oleh para pimpinan institusi di semua tingkat dan di semua sector yang terkait dalam rangka mewujudkan pembangunan di sector kesehatan. Dukungan politik tidak akan berarti tanpa dikeluarkannya kebijakan yang konkret dari para pembuat keputusan tersebut. Oleh sebab itu, setelah adanya komitmen politik dari para eksekutif maka perlu ditindaklanjuti dengan advocacy lagi agar dikeluarkan kebijakan untuk mendukung program yang telah memperoleh komitmen politik tersebut. Dukungan kebijakan ini dapat berupa undang-undang, peraturan pemerintah atau peraturan daerah, surat keputusan pimpinan institusi baik pemerintah maupun swasta, instruksi atau surat edaran dari para pemimpin lembaga/institusi, dan sebaginya. Misalnya kasus di Indonesia, dengan adanya komitmen politik tentang Indonesia Sehat 2010, maka jajaran Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial harus menindak lanjutinya dengan upaya memperoleh dukungan kebijakan dengan adanya PP, Kepres, termasuk juga kebijakan alokasi anggaran kesehatan yang memadai, dan sebagainya.

c.       social acceptance
Dukungan masyarakat berarti diterimanya suatu program oleh masyarakat. Suatu program kesehatan apa pun hendaknya memperoleh dukungan dari sasaran utama program tersebut yakni masyarakat, terutama tokoh masyarakat. Oleh sebab itu apabila suatu program kesehatan telah memperoleh komitmen dan dukungan kebijakan, maka langkah selanjutnya adalah mensosialisasikan program tersebut untuk memperoleh dukungan masyarakat. Untuk sosialisasi program ini, para petugas tingkat operasional atau local, misalnya petugas dinas kesehatan kabupaten dan puskesmas, mempunyai peranan yang sangat penting. Oleh sebab itu, para petugas tersebut juga memerlukan kemampuan advokasi. Untuk petugas kesehatan tingkat distrik, sasaran advokasi adalah kepala distrik dan sebagainya. Sedangkan sasaran advokasi petugas puskesmas adalah kepala wilayah kecamatan, pejabat lintas sektoral tingkat subdistrik, para tokoh masyarakat setempat, dan sebagainya.

d.      system support
Agar suatu program atau kegiatan berjalan dengan baik, perlu adanya system, mekanisme, atau prosedur kerja yang jelas yang mendukungnya. Oleh sebab itu system kerja atau organisasi kerja yang melibatkan kesehatan perlu dikembangkan. Mengingat bahwa masalah kesehatan merupakan dampak dari berbagai sector, maka program untuk pemecahnya atau penanggulangannya pun harus bersama-sama dengan sector lain.
Dengan perkataan lain, semua sector pembangunan yang mempunyai dampak terhadap kesehatan, harus memasukan atau mempunyai unit atau system yang menangani masalah kesehatan di dalam struktur organisasinya. Unit ini secara internal menangani masalah-masalah kesehatan yang dihadapi oleh karyawannya, dan secara eksternal mengatasi dampak institusi tersebut terhadap kesehatan masyarakat. Misalnya suatu industri harus mempunyai poliklinik atau K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja), dan mempunyai unit Amdal (Analisis Dampak Lingkungan).
Dalam mengembangkan organisasi atau system kerja, suatu institusi terutama yang mempunyai dampak terhadap kesehatan perlu mempertimbangkan adanya unit kesehatan tersebut. Terwujudnya unit kesehatan di dalam suatu organisasi kerja di industri-industri atau institusi kerja tersebut memerlukan pendekatan advokasi oleh sector kesehatan di semua tingkat.

Sasaran utama advokasi adalah para pembuat atau penentu kebijakan (politica makers) dan para pembuat (decision makers) pada masing-masing tingkat administrasi pemerintah, dengan maksud agar mereka menyadari bahwa kesehatan merupakan asset social, politik, ekonomi, dan sebagainya. Oleh sebab itu dengan memperioritaskan kesehatan, akan mempunyai dampak peningkatan produktivitas masyarakat secara social dan ekonomi. Selanjutnya dengan meningkatnya ekonomi dalam suatu masyarakat, baik secara makro maupun mikro, akan memudahkan para pejabat atau dukungan politik dari masyarakat.
Secara nasional tujuan advokasi kesehatan adalah maningkatkan perhatian public terhadap kesehatan, dan meningkatkan alokasi sumber daya untuk kesehatan. Kedua hal itu harus dimulai dari penentu kebijakan tingkat pusat, yakni pemerintah pusat. Indicator keberhasilan advokasi tingkat pusat yang paling utama adalah meningkatnya anggaran kesehatan di dalam anggaran pendapatan dan belanja Negara (national budget).
Di tingkat pemerintah daerah (local government), baik provinsi maupun distrik, advokasi kesehatan dapat dilakukan terhadap para pejabat pemerintah daerah. Seperti tingkat pusat, advokasi di tingkat daerah ini dilakukan oleh para pejabat sector kesehatan provinsi atau distrik. Tujuan utama advokasi di tingkat ini adalah agar program kesehatan memperoleh prioritas tinggi dalam pembangunan daerah yang bersangkutan. Implikasinya alokasi sumber daya, terutama anggaran kesehatan untuk daerah tersebut meningkat. Demikian pula dalam pembangunan sumber daya manusia atau petugas kesehatan seperti pelatihan lanjut, maka untuk sector kesehatan juga memperoleh prioritas.
Advokasi bukan hanya ditujukan kepada para pembuat keputusan, baik di tingkat pusat maupun daerah dalam arti pemerintah saja, namun juga dilakukan kepada pemimpin sector swasta atau pengusaha, dan para pemimpin Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Dengan kata lain advokasi juga digunakan untuk menjalin kemitraan (partnership) dengan para pengusaha (bisnis) dan LSM. Tujuan utama advokasi terhadap sasaran ini adalah terbentuknya kemitraan antara sector kesehatan dengan para pengusaha dan LSM. Melalui kemitraan ini diharapkan para pengusaha dan LSM memberikan dukungan kepada program kesehatan, baik berupa dana, sarana, dan prasarana, maupun bantuan teknis lainnya.

2.      Kegiatan-kegiatan Advokasi
Telah diuraikan di atas bahwa tujuan utama advokasi di sector kesehatan adalah memperoleh komitmen dan dukungan kebijakan para penentu kebijakan atau pembuat keputusan di segala tingkat. Komitmen dan dukungan kebijakan tersebut dapat terwujud di dalam dua hal pokok, yakni dalam bentuk software (perangkat lunak) dan hardware (perangjat keras). Komitmen dan dukungan kebijakan dalam bentuk software misalnya : undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan daerah (Perda), keputusan presiden, surat keputusan dari pimpinan institusi, dan sebagainya yang mendukung terhadap program kesehatan. Sedangkan komitmen dalam bentuk hardware antara lain meningkatnya anggaran untuk kesehatan atau dana, dilengkapinya sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan.
Cara atau bentuk-bentuk advokasi untuk mencapai tujuan itu semua bermacam-macam, antara lain :
a.       Lobi Politik (Political Lobying)
Lobi adalah berbincang-bincang secara informal denga para pejabat untuk menginformasikan dan membahas masalah dan program kesehatan yang akan dilaksanakan. Tahap pertama lobi ini adalah : petugas kesehatan menyampaikan keseriusan masalah kesehatan yang dihadapi di wilayah kerjanya, dan dampaknya terhadap kehidupan masyarakat. Kemudian disampaikan alternative terbaik untuk memecahkan atau menanggulangi masalah tersebut. Dalam lobi ini perlu dibawa atau ditunjukkan data yang akurat (avidence based) tentang masalah kesehatan tersebut kepada pejabat yang bersangkutan.

b.      Seminar dan atau Presentasi
Seminar atau presentasi yang dihadiri oleh para pejabat lintas program dan lintas sektoral. Petugas kesehatan menyajikan masalah kesehatan di wilayah kerjanya, lengkap dengan data dan ilustrasi yang menarik, serta rencana program pemecahannya. Kemudian masalah tersebut dibahas bersama-sama, yang akhirnya diharapkan akan diperoleh komitmen dan dukungan terhadap program yang akan dilaksanakan tersebut.

c.       Media
Advokasi media (media advocacy) adalah melakukan kegiatan advokasi dengan menggunakan media, khususnya media massa. Melalui media cetak maupun media elektronik, permasalahan kesehatan disajikan baik dalam bentuk lisan, artikel, berita, diskusi, penyampaian pendapat, dan sebagainya. Seperti kita ketahui bersama media massa mempunyai kemampuan yang kuat untuk membentuk opini public (public opinion), yang dapat mempengaruhi bahkan merupakan tekanan (pressure) terhadap para penentu kebijakan dan para pengambil keputusan. Contoh pada waktu diberlakukan undang-undang lalu lintas di Indonesia, khususnya yang berhubungan dengan penggunaan sabuk pengaman pada mobil, muncul berbagai tanggapan masyarakat baik yang pro maupun yag kontra. Pro dan kontra dalam bentuk demonstrasi, seminar, diskusi, dan sebagainya terhadap masalah ini diungkapkan melalui media massa, baik melalui Koran, televise maupun radio. Akhirnya pembuat keputusan, dalam hal ini departemen perhubungan menunda terlebih dahulu ketentuan penggunaan sabuk pengaman tersebut.

d.      Perkumpulan (asosiasi) Peminat
Asosiasi atau perkumpulan orang-orang yang mempunyai minat atau keterkaitan terhadap masalah tertentu atau perkumpulan profesi adalah juga merupakan bentuk advokasi. Contohnya kelompok masyarakat peduli AIDS adalah kumpulan orang-orang yang peduli terhadap masalah HIV/AIDS. Kegiatan-kegiatan ini, di samping ikut berpartisipasi dalam penanggulangan masalah tersebut, juga memberikan dampak terhadap kebijakan-kebijakan yang diambil para birokrasi di bidang kesehatan dan para pejabat lain untuk peduli terhadap HIV/AIDS.

Di dalam praktik kesehatan masyarakat, semua petugas kesehatan seharusnya mempunyai tanggung jawab kegiatan advokasi ini. Artinya baik para pengelola maupun pelaksana program kesehatan, baik tingkat pusat, provinsi, distrik, maupun kecamatan harus melakukan advokasi terhadap para pejabat lintas sektoral, utamanya kepada penjabat pemda setempat (local goverment).

3.      Argumentasi untuk Advokasi
Secara sederhana adavokasi adalah kegiatan untuk meyakinkan penentu kebijakan atau para pembuat keputusan sehingga mereka memberikan dukungan, baik kebijakan, fasilitas maupun dana terhadap program yang ditawarkan. Meyakinkan para pejabat terhadap pentingnya program kesehatan tidaklah mudah, tetapi memerlukan argumentasi – argumentasi yang kuat. Dengan perkataan lain, berhasil atau tidaknya advokasi dipengaruhi oleh kuat atau tidaknya kita menyiapkan argumentasi. Di bawah ini ada beberapa hal yang dapat memperkuat argumentasi dalam melakukan kegiatan advokasi.

a.       Meyakinkan (Credible)
Program yang kia tawarkan atau ajukan itu harus meyakinkan para penentu kebijakan atau oembuat keputusan. Agar program tersebut dapat meyakinkan harus didukung dengan data, dan sumber yang dapat dipercaya. Hal ini berarti bahwa program yang diajukan tersebut harus didasari dengan permasalahan yang utama dan faktual, artinya masalah tersebut memang ditemukan di lapangan dan penting untuk segera ditangani. Kalau tidak segera ditangani akan membawa dampak yang lebih besar bagi masyarakat. Oleh sebab itu, sebaiknya sebelum program itu diajukan harus dilakukan kajian lapangan, jangan hanya berdasarkan data atau laporan yang tersedia, yang kadang – kadang tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan. Survei adalah metode yang cepat dan tepat untuk memperoleh data yang akurat sebagai dasar untuk menyusun program.

b.      Layak (Feasibel)
Program yang diajukan tersebut, baik secara teknik, politik maupun ekonomi, dimungkinkan atau layak. Layak secara teknik (feasibel) artinya program tersebut dapat dilaksanakan, petugas mempunyai kemampuan yang cukup, sarana dan prasarana pendukung tersedia. Layak secara politik artinya program tersebut tidak akan membawa dampak politik pada masyarakat. Sedangkan layak secara ekonomi artinya didukung oleh dana yang cukup, dan apabila program tersebut adalah program pelayanan, masyarakat mampu membayarnya.

c.       Relevan (Relevant)
Program yang diajukan tersebut paling tidak harus mencakup 2 kriteria, yakni :memenuhi kebutuhan masyarakat dan benar – benardapat memecahkan masalah yang dirasakan masyarakat. Semua pejabat di semua sektor setuju bahwa tugas mereka adalah menyelenggarakan pelayanan masyarakat untuk mencapai kesejahteraan. Oleh sebab itu, semua program yang benar – benar relevan, dalam arti dapat membantu pemecahan masalah masyarakat dan memenuhi kebutuhan masyarakat sudah barang tentu akan didukung.
d.      Penting (Urgent)
Program yang diajukan tersebut harus mempunyai urgensi yang tinggi dan harus segera dilaksanakan, kalau tidak akan menimbulkan masalah yang lebih besar lagi. Oleh sebab itu, program alternatif yang diajukan adalah yang paling baik di antara alternatif – alternatif yang lain.



e.       Prioritas Tinggi (High Priority)
Program yang diajukan tersebut harus mempunyai prioritas yang tinggi. Agar para pembuat keputusan atau penentu kebijakan menilai bahwa program tersebut mempunyai prioritas tinggi, diperlukan analisis yang cermat, baik terhadap masalahnya sendiri, maupun terhadap aternatif pemecahan masalah atau program yang akan diajukan. Hal ini terkait dengan argumentasi sebelumnya, yakni program mempunyai prioritas tinggi apabila feasibel baik secara teknis, politik maupun ekonomi, relevan dengan kebutuhan masyarakat, dan mampu memecahkan permasalahan masyarakat.

Dari uraian singkat di atas dapat simpulkan, bahwa apabila petugas kesehatan akan melakukan advokasi kepada para penentu kebijakan atau pengambil keputusan untuk memperoleh dukungan terhadap program kesehatan, program tersebut harus didukung dengan argumen yang kuat. Program akan mempunyai argumen kuat bila program tersebut disusun berdasarkan data yang akurat, layak secara teknis, politis, relevant, urgent dan mempunyai prioritas yang tinggi.

C.    Komunikasi dalam Advokasi
Uraian sebelumnya telah disebutkan bahwa advokasi adalah berkomunikasi dengan para pengambil keputusan atau penentu kebijakan. Oleh sebab itu advokasi di sektor kesehatan adalah komunikasi antara para pejabat atau petugas kesehatan di semua tingkat dan tatanan dengan para penentu kebijakan ditingkat atau tatanan tersebut. Dengan demikian maka sasaran komunikasi atau komuniaknnya secara struktural lebih tinggi daripada komunikator, atau paling tidak yang setingkat. Dengan perkataan lain arah komunikasinya dalah vertikal dan horizontal. Dengan demikian maka bentuk komunikasi adalah lebih berat pada komunikasi interpersonal (interpersonal communication).
            Keberhasilan komunikasi interpersonal dalam advokasi sangat ditentukan oleh efektivitas komunikasi para perugas kesehatan dengan para pembuat atau penentu kebijakan tersebut. Selanjutnya untuk menghasilkan komunikasi yang efektif diperlukan prakondisi antara lain sebagai berikut :
1.      Atraksi interpersonal
Atraksi interpersonal adalah daya tarik seseorang atau sikap positif pada seseorang yang memudahkan orang lain untuk berhubungan atau berkomunikasi dengannya. Para petugas kesehatan di semua tingkat dan tatanan, terutama para pejabatnya sebagai seorang komunikator dituntut mempunyai daya atraksi interpersonal ini. Atraksi interpersonal ini ditentukan oleh beberapa faktor antara lain sebagai berikut :
a.       Daya tarik, tiap orang memang mempunyai daya tarik yang berbeda satu sama lain. Daya tarik ini sangat ditentukan oleh sikap dan perilaku ornag terhadap orang lain. Oleh sebab itu, daya tarik pun dapat dipelajari, misalnya dengan membiasakan senyum kepada setiap orang, berpikir positif terhadap orang lain dan menempatkan diri lebih rendah dari orang lain, meskipun mempunyai kedudukan sama, bahkan lebih tinggi.
b.      Percaya diri, percaya diri bukan berarti sombong, melainkan suatu perasaan bahwa ia mempunyai kemampuan atau menguasai ilmu atau pengalaman di bidangnya. Oleh sebab itu agar percaya diri ia harus mendalamai pengetahuan teoritis dan memperoleh pengalaman tentang bidangnya, terutama program yang akan dikomunikasikan tersebut.
c.       Kemampuan, hal ini berkaitan dengan percaya diri. Orang yang mampu melakukan tugas – tugasnya, ia akan lebih percaya diri. Seorang kepala dinas kesehatan kabupaten akan efektif berkomunikasi dengan bupati atau pejabat yang lain apabila telah menunjukkan prestasinya dalam menanggulangi masalah – masalah kesehatan di wilayahnya.
d.      Familiar, petugas kesehatan yang sering muncul atau hadir dalam event tertentu, misalnya rapat, pertemuan informal, seminar dan sebagainya, akan lebih familiar, termasuk di kalangan pemda setempat dan bupati. Oleh sebab itu, apabila akan melakukan lobying, atau sowan dalam rangka advokasi akan mudah diterima, daripada pejabat yang jarang muncul di pertemuan – pertemuan tersebut.
e.       Kedekatan (provimity). Menjalin hubungan baik atau kekeluargaan dengan para penjabat atau keluarga pejabat setempat adalah faktor yang penting untuk melakukan advokasi. Komunikasi interpersonal akan lebih efektif bila dilakukan dengan orang – orang yang dekat dengan kita.
2.      Perhatian
Sasaran komunikasi (komunikan)dalam advokasi adalah para pembuat kepurusan atau penentu kebijakan. Para pembuat atau penentu kebijakan di semua tingkatan dan tatanan, secara struktural lebih tinggi atau yang sederajat dengan petugas/ pejabat kesehatan pada lingkup atau tatanan yang sama. Seperti telah disebutkan di atas tujuan utama advokasi adalah memperoleh komitmen atau dukungan kebijakan dari para pembuat keputusan. Untuk memberikan komitmen dan dukungan terhadap sesuatu pertama kali ia harus mempunyai perhatian terhadap sesuatu tersebut.

Berdasarkan teori psikologis ada dua faktor yang mempengaruhi perhatian seseorang, yakni faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasala dari dalam diri orang itu sendiri. Faktor internal terdiri dari faktor biologis (biologis, seks) dan faktor sosio psikologis (pengetahuan, sikap, motivasi, kebiasaan, kemauan, kebutuhan dan sebagainya). Oleh sebab itu, apabila kita akan melakukan advocacy atau berkomunikasi dengan para pejabat tersebut kita harus melaluinya dengan hal – hal yang berkaitan dengan minat, kebiasaan atau kebutuhan mereka. Kebutuhan seorang pejabat pada umumnya telah sampai pada taraf kebutuhan yang paling tinggi, yakni aktualisasi diri (Abraham Maslow). Maka dengan memberi dukungan terhadap sektor kesehatan, yang akan berdampak terhadap prestasi atau keberhasilan pembangunan di wilayahnya, dan akhirnya memperoleh penghargaan adalah merupakan salah satu bentuk aktualisasi diri.
3.      Intensitas Komunikasi
Pesan atau ainformasi yang akan disampaikan melalui proses komunikasi advokasi adalah program – program kesehatan yang akan dimintakan komitmen atau dukungannya dari para pembuat keputusan tersebut. Dalam komunikasi, pesan adalah faktor eksternal yang menarik perhatian komunikan (penerima pesan). Hal – hal yang menarik perhatian biasanya adalah sesuatu yang mempunyai sifat menonjol atau lain daripada yang lain. Pesan akan bersifat menonjol atau lain daripada yang lain bila intensitasnya tinggi dan diulang – ulang. Oleh sebab itu, agar komunikasi advokasi efektif, maka program yang ingin didukung oleh pejabat, harus sering dikomunikasikan melalui berbagai kesemapatan atau pertemuan, baik pertemuan formal maupun informal, melalui seminar, dan sebagainya.
4.      Visualisasi
Seperti telah disebutkan di atas, untuk memperoleh perhatian dari para pembuat atau penentu kebijakan, maka pesan – pesan atau program – program kesehatan yang ditawarkan harus mempunyai intensitas tinggi. Di samping itu, informasi atau pesan yang menarik perlu divisualisasikan dalam media, khususnya media interpersonal. Media interpersonal yang paling efektif dalam rangka komunikasi advokasi adalah flip chard, booklet, slide atau video, cassete. Pesan tersebut didasari fakta – fakta yang diilustrasikan melalui grafik, tabel, gambar atau foto.
D.    Indikator Hasil Advokasi
Advokasi adalah suatu kegiatan yang diharapkan akan menghasilkan suatu produk, yakni adanya komitmen politik dan dukungan kebijakan dari penentu kebijakan atau pembuat keputusan. Advokasi sebagai suatu kegiatan, sudah barang tentu mempunyai masukan (input) – proses – keluaran (output). Oleh sebab itu, apabila kita akan menilai keberhasilan advokasi, maka kita harus menilai tiga hal tersebut. Penilaian ketiga hal ini didasarkan pada indikator – indikator yang jelas. Dibawah ini akan diuraikan tentang evaluasi advokasi serta indikator – indikator evaluasi tentang 3 komponen tersebut.
1.      Input
Input untuk kegiatan advokasi yang paling utama adalah orang (man) yang akan melakukan advocacy (advocator), dan bahan – bahan (material) yakni data atau informasi yang membantu atau mendukung argumen dalam advokasi. Indikator untuk mengevaluasi kemampuan tenaga kesehatan dalam melakukan adokasi sebagai input antara
lain :
a.       Berapa kali petugas kesehatan, terutama para pejabat, telah mengikuti pelatihan – pelatihan tentang komunikasi, advokasi atau pelatihan – pelatihan yang berkaitan pengembangan kemampuan hubungan antarmanusia (human relation). Pada tingkatan provinsi apakah kepala dinas, kepala sub dinas atau kepala seksi telah memperoleh pelatihan tentang advokasi.
b.      Sebagai institusi, dinas kesehatan baik tingkat provinsi maupun kabupaten, juga mempunyai kewajiban untuk memfasilitasi para petugas kesehatan dengan kemampuan advokasi melalui pelatihan – pelatihan. Oleh sebab itu, pelatihan advokasi yang diselenggarakan oleh pusat, dinas provinsi, maupun dinas kabupaten juga merupakan indikator input.
c.       Disamping input sumber daya manusia, evidence merupakan input yang sangat penting. Hasil – hasil stufi, hasil surveillance, atau laporan – laporan yang menghasilkan data, diolah menjadi informasi, dan informasi dianalisis menjadi evidence. Evidence inilah yang kemudian dikemas dalam media khususnya media interpersonal dan digunakan sebagai alat bantu untuk memperkuat argumentasi kita kepada pengambil keputusan atau penentu kebijakan yang mendukung program kita. Jadi indikator untuk input ini adalah tersedianya data/ infomasi/ eveidence/ yang dikemas dalam bentuk buku, leaflet, slide, flif chart, dan sebagainya tentang situasi dan masalah kesehatan di wilayah institusi yang bersangkutan.
2.      Proses
Proses advokasi adalah kegiatan untuk melakukan advokasi, oleh sebab itu evaluasi proses advokasi harus sesuai dengan bentuk kegiatan advokasi tersebut. Dengan demikian maka indikator proses advokasi antara lain :
a.       Berapa kali melakukan lobying dalam rangka memperoleh komitmen dan dukungan kebijakan terhadap program yang terkait dengan kesehatan. Dengan siapa saja lobying itu dilakukan.
b.      Berpa kali menghadiri rapat atau pertemuan yang membahas masalah dan program – program pembangunan termasuk program kesehatan di daerahnya. Oleh siapa rapat tersebut diadakan, dan seberapa jauh program kesehatan dibahas dalam rapat tersebut.
c.       Berpa kali seminar atau lokakarya tentang masalah dan program – program kesehatan diadakan, dan mengundang sektor pembangunan yang terkait kesehatan.
d.      Berapa kali pejabat kesehatan menghadiri seminar atau lokakarya yang diadakan oleh sekotr lain dan membahas masalah – masalah dan program – program pembangunan yang terkait dengan kesehatan.
e.       Seberapa sering media lokal termasuk media elektronik membahas atau mengeluarkan artikel tentang kesehatan atau pembangunan yang terkait dengan masalah kesehatan.
3.       Output
Keluaran atau output advokasi sektor kkesehatan dapat diklasifikasikan dalam dua bentuk, yakni output dalam bentuk perangkat lunak (software), dan output dalam bentuk perangkat keras (hardware).

Indikator output dalam bentuk perangkat lunak, adalah peraturan – peraturan atau undang – undang sebagai bentuk kebijakan atau perwujudan dari komitmen politik terhadap program – program kesehatan, misalnya :
a.       Undang – undang
b.      Peraturan pemerintah
c.       Keputusan presiden
d.      Keputusan menteri atau dirjen
e.       Peraturan daerah
f.       Surat keputusan gubernur, bupati, atau camat dan seterusnya.
Sedangkan indikator output dalam bentuk perangkat keras, antara  lain :
a.       Meningkatkan dana atau anggaran untuk pembangunan kesehatan
b.      Tersedianya atau dibangunnya fasilitas atau sarana pelayanan kesehatan seperti rumah sakit, puskesmas, poliklinik, dan sebagainya
c.       Dibangunnya atau tersedianya sarana dan prasarana kesehatan, isalnya air bersih, jamban keluarga, atau jamban umum, tempat sampah dan sebagainya
d.      Dilengkapinya perlatan kesehatan, seperti laboratotium, perlatan pemeriksaan fisik dan sebagainya.


 BAB III
                                               PENUTUP


A.    Kesimpulan
Advokasi  sebagai upaya pendekatan (approaches) terhadap orang lain yang dianggap mempunyai pengaruh terhadap keberhasilan suatu program atau kegiatan yang dilaksanakan.Advokasi (advocacy) mulai digunakan dalam program kesehatan masyarakat pertama kali oleh WHO pada tahun 1984, sebagai salah satu strategi global promosi kesehatan.
WHO merumuskan, bahwa dalam mewujudkan visi dan misi promosi kesehatan secara efektif, menggunakan 3 strategi pokok, yakni :
d)     Advokasi (advocacy)
e)      Dukungan social (social support)
f)       Pemberdayaan masyarakat (empowerment)
Cara atau bentuk-bentuk advokasi untuk mencapai tujuan itu semua bermacam-macam, antara lain :Lobi Politik (Political Lobying),Seminar dan atau Presentasi, Media,Perkumpulan (asosiasi) Peminat.secara inklusif terkandung tujuan-tujuan advokasi, yakni : political commitment, policy support, social acceptance, and system support.Sasaran utama advokasi adalah para pembuat atau penentu kebijakan (politica makers) dan para pembuat (decision makers) pada masing-masing tingkat administrasi pemerintah, dengan maksud agar mereka menyadari bahwa kesehatan merupakan asset social, politik, ekonomi, dan sebagainya.
 

B.     Saran
Untuk melakukan kegiatan advokasi perlu adanya pendekatan yang baik antara   pemimpin suatu organisasi atau institusi kerja, baik di lingkungan pemerintah maupun swasta, serta organisasi kemasyarakatan.
 Dan dibutuhkan komunikasi yang baik terutama kepada para penentu kebijakan (policy maker) atau para pembuat keputusan (decision makers) pada semua tingkat dan tatanan social.Dalam melakukan  suatu advokasi kita terlebih dahulu harus mengetahui kondisi masyarat  pada saat itu dan fasilitas apa saja yang mereka butuhkan.



Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

manejemen logistik dirumah sakit

Dampak Pencemaran Udara